Saham perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan yang cukup signifikan pekan ini. Seperti pada perdagangan sesi I hari Selasa (16/5/23) di mana IHSG ditutup drop 0,56% menjadi 6.674,48 secara harian. Saat itu, tiga di antara lima pemberat (laggard) IHSG berasal dari sektor perbankan-finansial.
Antara lain PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) jatuh hampir 1% membebani sebesar 6,09 indeks poin. Di posisi ketiga dan keempat diisi oleh PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Indonesia Tbk. (BBNI) masing-masing membebani IHSG 4,69 dan 3,28 indeks poin lebih.
Di lain sisi, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) juga terpantau memberatkan bursa acuan tanah air sebesar 1,76 indeks poin. Dengan demikian, seluruh bank buku IV yang melemah memberikan dorongan negatif terhadap IHSG pada sesi I saat itu.
Seiring dengan anjloknya harga saham perbankan, IDXFINANCE, yakni indeks sektor keuangan di BEI juga ikut turun sampai 0,17% atau 2,31 basis poin ke posisi 1.359,83.
Padahal, industri perbankan telah berhasil menorehkan kinerja yang positif, berdasarkan perolehan laba di kuartal I-2023. Big bank berasil meraup laba sampai belasan triliun dalam tiga bulan pertama tahun ini. Peringkat satu adalah BRI yang mencatat laba bersih sebesar Rp 15,56 triliun, disusul Bank Mandiri sebesar Rp 12,6 triliun, BCA sebesar Rp11,5 triliun, dan BNI sebesar sebesar Rp5,22 triliun.
Memang ada beberapa peristiwa baik di dalam maupun luar negeri yang memicu sentimen pada industri perbankan. Seperti serangan siber pada PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) yang menyebabkan layanannya sempat error selama beberapa hari. Pada hari Minggu (14/5/2023) pun, sempat ada beberapa keluhan tentang BCA mobile yang error mengalami gangguan.
Kemudian di luar negeri, seperti diketahui krisis perbankan Amerika Serikat masih belum usai. Tidak hanya itu, negeri Paman Sam juga masih suku bunga yang masih tinggi.
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menyebut faktor-faktor tersebut kemungkinan menjadi momentum untuk menggoreng harga saham.
"Kemungkinan adanya pihak yang mencoba menggoreng harga saham bank dengan memanfaatkan semua isu di atas. Dengan tujuan menurunkan harga sehingga memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan," ujarnya, Rabu (17/5/2023).
Sebab, kata Piter, kondisi industri perbankan RI relatif sangat baik sebagaimana ditunjukkan oleh berbagai indikator termasuk perolehan laba.
Sementara itu, Batara Simatupang, pengamat perbankan dari Indonesia Banking School (IBS) berpendapat bahwa jatuhnya saham-saham perbankan RI "merupakan bagian dari koreksi pasar atas likuiditas yang ketat akibat kolapsnya 3 bank di USA".
"...dan meningkatnya inflasi Indonesia di atas target inflasi 2023 yang mencapai 4,33% dari target 3± 1% di 30 April 2023, kendati tanpa peningkatan tingkat suku bunga pasar oleh BI (Bank Indonesia) sejak 18 April 2023," jelasnya, Kamis (18/5/2023).
Sementara itu, Chang-Kun Shin, Direktur Kiwoom Sekuritas Indonesia melihat bahwa penurunan saham perbankan RI terjadi pada bank-bank yang menyalurkan kredit ke korporasi. Yang mana, penyaluran kredit bank-bank tersebut tumbuh di tahun 2022, didorong oleh sektor pertambangan. "Saat ini sektor mining lagi fase trend penurunan akibat mulai turunnya harga-harga komoditas. Dengan begitu pertumbuhan penyaluran kredit tidak akan sama seperti 2022 atau pertumbuhannya akan melambat dibandingkan 2022," ujar Shin.